MEMASTIKAN KUALITAS PENDIDIKAN YANG INKLUSIF DAN MERATA SERTA MEMPROMOSIKAN KESEMPATAN BELAJAR SEPANJANG HAYAT BAGI SEMUA

Pendidikan sebagai Hak Asasi

Hak atas pendidikan telah diakui sebagai bagian dari HAM secara universal selama beberapa dekade, khususnya sejak disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menetapkan dasar bagi gagasan bahwa pendidikan, sebagai bagian dari HAM, harus disediakan secara gratis, terutama di tingkat dasar, dan bahwa pendidikan harus dapat diakses secara setara oleh setiap orang berdasarkan kualitas/prestasinya.[1] Kemudian, kerangka kerja hukum internasional tentang hak atas pendidikan lebih diperluas lagi di dalam berbagai perjanjian internasional yang diadopsi setelah DUHAM yaitu, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan Ekosob) Pasal 13 dan 14; Konvensi tentang Hak Anak, Pasal 28 dan 29; dan Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Pasal 24.

Komite untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Komite Ekosob) menguraikan beberapa unsur pokok yang harus ada di dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu unsur-unsur ketersediaan, aksesibilitas,  penerimaan (acceptability), dan dapat diadaptasi (adaptability). Keempat unsur tersebut sangat perlu untuk dipertimbangkan oleh pemerintah yang menjadi Negara Pihak di dalam Kovenan Ekosob ketika melaksanakan pemenuhan hak atas pendidikan di negara mereka masing-masing.

Indonesia telah menjadi Negara Pihak di dalam Kovenan Ekosob sejak tahun 2005, oleh karen itu, Indonesia terikat oleh kewajiban-kewajiban yang diatur di dalam Kovenan tersebut, termasuk kewajiban-kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak setiap Warga Negara Indonesia atas pendidikan. Selain itu, hak atas pendidikan juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya di dalam Pasal 31, yang bukan saja mengakui bahwa pendidikan adalah hak, namun juga menetapkan kewajiban bagi Negara untuk mengalokasikan anggaran paling sedikit 20% dari APBN untuk penyelenggaraan pendidikan bagi semua.

[1] See, UDHR, Article 26 paragraph (1).

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menyasar sepuluh target dalam kaitannya dengan pendidikan. Di antara sepuluh target tersebut, Pemerintah Indonesia menemukan bahwa ada tujuh di antaranya yang sejalan dengan RPJMN 2015 – 2019.

Target Global Target Nasional Indikator Nasional
4.1 Pada 2030, menjamin semua anak perempuan dan laki-laki mendapatkan pendidikan primer dan sekunder yang bebas, setara dan berkualitas yang menciptakan hasil pembelajaran yang relevan dan efektif. 1. Pemenuhan hak seluruh siswa untuk menyelesaikan setidaknya pendidikan primer dan sekunder. Tidak tersedia.
4.2 Pada 2030, menjamin semua anak perempuan dan laki-laki memiliki akses kepada fasilitas perkembangan anak usia dini, perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD) berkualitas sehingga siap untuk memasuki sekolah dasar. 1.Peningkatan partisipasi anak antara usia 3-6 tahun di pendidikan anak usia dini. a. Peningkatan Tingkat Partisipasi Kotor (Gross Enrollment Rate/GER) anak pada pendidikan anak usia dini hingga 77,2% pada 2019. (2014: 66,8%)
4.3 Pada 2030, menjamin akses setara bagi seluruh perempuan dan laki-laki kepada pendidikan teknik, vokasi dan tersier yang terjangkau dan berkualitas, termasuk universitas. 1.Pemenuhan hak bagi seluruh siswa untuk menyelesaikan setidaknya pendidikan primer dan sekunder. a. Peningkatan GER di SMA/Vokasi/Madrasah Aliyah/setara hingga 91,6% pada 2019. (2014: 79,2%)
4.4 Pada 2030, meningkatkan secara substansial jumlah anak muda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknis dan vokasi, untuk bekerja, pekerjaan layak dan kewirausahaan. Tidak tersedia. Tidak tersedia
4.5 Pada 2030, menghapuskan ketimpangan gender  dalam pendidikan dan menjamin akses setara kepada seluruh tingkat pendidikan dan pelatihan vokasi bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, masyarakat adat dan anak dalam situasi rentan. 1. Peningkatan jumlah pendidikan berkelanjutan yang ditandai oleh:

–    Peningkatan partisipasi anak dari keluarga miskin dan anak dengan kebutuhan khusus;

–    Penurunan variasi jumlah partisipasi di setiap daerah; dan

–    Indeks paritas gender mendekati nilai 1.

a.  Peningkatan rasio GER di SMP/Madrasah Tsanawiyah di kalangan 20% kelompok termiskin dan 20% kelompok terkaya hingga 0,9 pada 2019. (2014; 0,85);

b.  Peningkatan rasio GER di SMA/Sekolah Vokasi/Madrasah Aliyah pada 20% kelompok termiskin dan 20% kelompok terkaya hingga 0,6 pada 2019. (2014: 0,53).

4.6 Pada 2030,menjamin seluruh anak muda dan sebagian besar orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, melek huruf dan angka. a. Pemenuhan hak bagi seluruh warga untuk menyelesaikan setidaknya pendidikan dasar. a.  Peningkatan tingkat literasi rata-rata pada populasi di atas 15 tahun hingga 96,1% pada 2019. (2015: 94,1%).

b.  Peningkatan persentase literasi pada populasi dewasa antara usia 15-59 tahun hingga 97,5% pada 2019. (2015: 96,6%).

4.7 Pada 2030, menjamin bahwa seluruh pembelajar mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, termasuk antara lain melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya perdamaian dan non-kekerasan, kewarganegaraan global, serta penghargaan terhadap keberagaman budaya dan kontribusi budaya terhadap pembangunan berkelanjutan. Tidak tersedia. Tidak tersedia
4.a Membangun dan memutakhirkan fasilitas pendidikan yang peka anak, disabilitas dan gender, serta menyediakan lingkungan yang aman, non-kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua. Tidak tersedia. Tidak tersedia.
4.b Pada 2020, memperluas secara signifikan di tingkat global jumlah beasiswa yang tersedia untuk negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang, negara berkembang kepulauan kecil dan negara Afrika, agar berpartisipasi dalam pendidikan tinggi, termsauk pelatihan vokasi dan teknologi informasi dan komunikasi, program teknis, rekayasa dan ilmiah, di negara maju dan negara berkembang lainnya. 1. Ketersediaan data dan akses luas kepada lembaga pendidikan tinggi berkualitas yang berdaya saing internasional. a. Peningkatan jumlah mahasiswa luar negeri yang mendapatkan Beasiswa Developing Countries Partnership Program menjadi 2500 pada 2019. (2015: 500).
4.c Pada 2030, meningkatkan secara substansial jumlah guru berkualitas, termasuk melalui kerja sama internasional untuk pelatihan guru di negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang dan negara berkembang kepulauan kecil. Peningkatan kualifikasi akademik seluruh guru (minimal lulusan S1/Diplomat IV) dan peningkatan kompetensi guru dalam subjek dan pengetahuan pedagogis, serta penurunan absensi di kalangan guru. a. Peningkatan persentase guru bersertifikat untuk TK, SD, SMP, SMA, dan sekolah luar biasa hingga 100% pada 2019. (2015: 75,8%);

 

Pendidikan Anak Usia Dini:

–    Peningkatan persentase guru berkualitas untuk PAUD dan pendidikan dewasa hingga 52,4% pada 2019. (2015: 31%);

–    Peningkatan jumlah guru yang menerima tunjangan profesional hingga 104.310 pada 2019. (2015: 71.038);

 

Sekolah Dasar:

–    Peningkatan jumlah guru bergelar S1 dan Diploma 4 hingga 1.713.049. (2015: 1.525.317);

 

Sekolah Menengah:

–    Jumlah guru bergelar S1 dan diploma 4 menjadi 9.067 pada 2019 (2015: 9.067);

–    Peningkatan jumlah guru yang menerima tunjangan profesional menjadi 93.456 pada 2019. (2015: 74.042);

–    Peningkatan jumlah guru bergelar Master hingga 400.

Meskipun kerangka kerja hukum dan komitmen penganggaran di Indonesia dianggap cukup memadai untuk pemenuhan atas akses terhadap pendidikan yang layak bagi seluruh warga negara, namun Indonesia masih tertatih-tatih di dalam menghadapi tantangan-tantangan yang menghambat penikmatan hak atas pendidikan yang berkualitas bagi setiap orang. Tantangan-tantangan tersebut adalah, antara lain, sebagai berikut:

  • Tingkat literasi tinggi, yaitu sebesar 93,88%, namun lebih dari 50% masyarakat Indonesia berusia 15 tahun tidak memiliki keterampilan dasar membaca atau matematika (OECD);
  • Guru sekolah dasar di wilayah pedesaan/terpencil kurang berkualifikasi dan seringkali absen dari sekolah (OECD);
  • Terdapat 75% SD yang gagal memenuhi standar pelayanan minimal seperti proporsi murid-guru maupun fasilitas sekolah yang tidak layak;
  • Tingkat partisipasi bersih pendidikan dasar adalah sebesar 96,70%; sekolah menengah pertama sebesar 77,82%; dan sekolah menengah atas sebesar 59,71%. (BPS);
  • Tingkat partisipasi pendidikan tinggi adalah sebesar: 17,34% (BPS);
  • Alokasi pendanaan untuk perkembangan dan pendidikan anak usia dini tetap relatif rendah di tingkat 1,2% anggaran pendidikan, sementara ambang batas internasional sebesar 4-5%; sebagian besar pertumbuhan dan partisipasi untuk perawatan dan pendidikan anak usia dini berasal dari sektor swasta dan hanya dapat diakses orang tua yang mampu.
  • Meskipun terdapat upaya-upaya progresif untuk meratifikasi CRPD dan kerangka pendidikan yang memperjuangkan pendidikan inklusif, tingkat partisipasi anak penyandang disabilitas tetap rendah, yaitu 0,25% dan 0,13% jumlah siswa yang berpartisipasi di sekolah dasar dan SMP, dengan partisipasi anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. (OECD).
  • Ketersediaan sekolah luar biasa sangat bervariasi antar provinsi, dari 457 sekolah di Jawa Timur hingga hanya 4 di Papua Barat. Mayoritas provinsi di luar Jawa hanya memiliki kurang dari 10 sekolah luar biasa. (OECD)
  • Anak-anak masyarakat adat terdeprivasi dari pendidikan akibat kurangnya akses ekonomi, geografis dan budaya. Mayoritas masyarakat adat tinggal jauh dari wilayah geografis administratif umum, khususnya di dalam atau sekitar hutan dan sangat terpencil, di mana hanya terdapat sedikit sekali sekolah yang berada dalam jangkauan. Banyak keluarga masyarakat adat tidak mampu menyekolahkan anak mereka, sementara beberapa kelompok adat juga masih hidup secara nomaden, sehingga lebih sulit mempertahankan kehadiran anak di sekolah. (Bappenas)

Meskipun sebagian tantangan di atas tersebut telah dimasukkan untuk dapat diatasi di dalam agenda pembangunan nasional, namun masih ada beberapa hal yang masih butuh untuk dipertimbangkan agar dimasukkan di dalam agenda tersebut, agar dapat dipastikan bahwa seluruh unsur yang pokok di dalam pelaksanan terhadap hak atas pendidikan dapat terpenuhi.

Dengan mempertimbangkan analisis kesenjangan di atas, kami megusulkan beberapa indikator tambahan berikut ini untuk memperkuat strategi pembangunan nasional di dalam meningkatkan akses terhadap pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia.

Target Global Target Nasional Indikator Nasional Usulan Indikator PBHAM
4.1 Pada 2030, memastikan seluruh anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah yang gratis, setara dan berkualitas yang menciptakan hasil pembelajaran yang relevan dan efektif. Pemenuhan hak seluruh warga untuk menyelesaikan setidaknya pendidikan dasar dan menengah. Tidak tersedia. –    Peningkatan partisipasi pendidikan dasar dan menengah;

–    Proporsi anak-anak di pedesaan tingkat sekolah dasar yang berjalan lebih dari 3 km dari rumah ke sekolah (Permen 23/2013);

–    Proporsi anak-anak di pedesaan tingkat sekolah menengah yang berjalan lebih dari 6 km dari rumah ke sekolah (Permen 23/2013);

–    Peningkatan proporsi anak berusia 15 tahun dengan kemampuan membaca dan matematika minimum;

–    Peningkatan partisipasi pelajar perempuan disabilitas di sekolah dasar dan sekolah menengah;

4.2 Pada 2030, menjamin seluruh anak perempuan dan laki-laki memiliki akses kepada fasilitas perkembangan anak usia dini, perawatan anak usia dini, dan pendidikan pra-sekolah sehingga siap untuk masuk sekolah dasar. 1. Peningkatan partisipasi anak usia 3-6 tahun di pendidikan anak usia dini. a. Peningkatan Tingkat Partisipasi Kotor/Gross Enrollment Rate (GER) anak pada pendidikan anak usia dini hingga 77,2% pada 2019. (2014: 66,8%). –    Peningkatan anggaran nasional untuk pendidikan anak usia dini;

–    Persentase anak dari keluarga miskin yang berpartisipasi dalam pendidikan anak usia dini (data tersegregasi berdasarkan gender).

4.3 Pada 2030, menjamin akses setara bagi seluruh perempuan dan laki-laki kepada pendidikan teknik, vokasi dan tersier yang terjangkau dan berkualitas, termasuk universitsa. 1. Pemenuhan hak seluruh warga negara untuk menyelesaikan setidaknya pendidikan dasar dan menengah. a. Peningkatan GER di SMA/Sekolah Vokasi, Madrasah Aliyah/setara hingga 91,6% pada 2019 (2014: 79,2%). –    Peningkatan dukungan keuangan untuk pendidikan vokasi dan tersier, serta mahasiswa yang bersumber pada APBN dan APBD.

–    Disagregasi data berdasarkan gender bagi penerima dukungan keuangan dari pemerintah untuk pendidikan vokasi dan tersier.

4.4 Pada 2030, meningkatkan secara signifikan jumlah anak muda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknis dan vokasi, untuk bekerja, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Tidak tersedia. –    Peningkatan kurikulum pendidikan vokasi untuk memperkuat harmonisasi dengan industri dan bentuk pembelajaran berbasis kerja lainnya;

–    Peningkatan jumlah siswa SMK yang bekerja di sektor formal (data disegregasi berdasarkan gender).

4.5 Pada 2030, menghilangkan kesenjangan gender dalam pendidikan dan menjamin akses setara untuk seluruh tingkat penddikan dan pelatihan vokasi untuk kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan anak dalam situasi rentan. 1. Peningkatan jumlah pendidikan berkelanjutan yang ditandai oleh:

–    Peningkatan partisipasi anak dari keluarga miskin dan anak berkebutuhan khusus;

–    Penurunan variasi jumlah partisipasi antar daerah; dan

–    Indeks paritas gender yang mendekati nilai 1.

a.  Peningkatan rasio GER di SMP/Madrasah Tsanawiyah pada 20% kelompok termiskin dan 20% populasi terkaya hingga 0,9 pada 2019. (2014: 0,85);

b.  Peningkatan rasio GER di SMA/Sekolah Vokasi/Madrasah Aliyah pada 20% populasi termiskin dan 20% populasi terkaya hingga 0,6 pada 2019. (2014: 0,53).

–    Peningkatan partisipasi pelajar perempuan disabilitas di sekolah dasar dan sekolah menengah;

–    Peningkatan jumlah sekolah luar biasa di provinsi yang saat ini memiliki kurang dari 10 sekolah luar biasa;

–    Peningkatan jumlah kepesertaan kelompok penyandang disabilitas di dalam pendidikan vokasi dan tersier;

–    Peningkatan dukungan keuangan bagi pelajar disabilitas dan anak/orang dewasa dari masyarakat adat agar mampu mengakses pendidikan di seluruh tingkatan;

–    Peningkatan setting sekolah informal yang disesuaikan dengan kebutuhan anak masyarakat adat.

4.7 Pada 2030, menjamin bahwa seluruh pembelajar mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup berkelanjutan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya perdamaian dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi terhadap keberagaman budaya, serta kontribusi budaya kepada pembangunan berkelanjutan. Tidak tersedia. Tidak tersedia. –    Tersedianya kurikulum pendidikan hak asasi manusia yang terintegrasi dan komprehensif di sekolah dasar dan menengah;

–    Persentase pelajar usia 15 tahun yang berpartisipasi di sekolah menengah yang memiliki pengetahuan hak asasi manusia hingga taraf yang ditentukan.

4.a Membangun dan memutakhirkan fasilitas pendidikan yang peka anak, disabilitas dan gender serta menyediakan lingkungan pembelajaran yang aman, non-kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua. Tidak tersedia. Tidak tersedia Proporsi sekolah-sekolah dengan akses kepada:

(1)   Aliran listrik;

(2)   Internet untuk tujuan pendidikan;

(3)   Komputer untuk tujuan pendidikan;

(4)   Prasarana dan materi yang sudah diadaptasikan untuk siswa penyandang disabilitas

(5)   Air minum

(6)   Fasilitas sanitasi untuk masing-masing jenis kelamin

(7)   Sarana cuci tangan (yang sesuai dengan indikator Water, Sanitation, and Hygiene for All (WASH))

Sumber-sumber data:
Basis data Terpadu (BDT) dari Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K).

Berbagai badan dan program PBB di Indonesia berkomitmen untuk memainkan peran yang kuat di dalam membantu Pemerintah Indonesia untuk mencapai SDGs dengan tiga cara utama, yaitu advokasi kebijakan dan konsultasi, peningkatan kapasitas dan berbagi pengetahuan.

Dalam kaitannya dengan akses terhadap pendidikan, UNESCO dapat memberikan bantuan yang signifikan bagi Pemerintah Indonesia, khususnya di bidang-bidang yang terkait dengan pemajuan pendidikan yang berkualitas bagi semua; peningkatan kualitas pendidikan di tingkat pendidikan dasar; dan kualitas literasi bagi semua. Selain itu, UNICEF juga memiliki area fokus dalam hal Pendidikan Dasar Untuk Semua, yang dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi Pemerintah Indonesia, khususnya terkait dengan peningkatan keterampilan para Kepala Sekolah, Pengawas dan pejabat di sektor pendidikan untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan dasar yang berkualitas bagi semua anak; dan mengikutsertakan komunitas-komunitas dan organisasi masyarakat sipil lokal untuk memberikan layanan-layanan yang lebih baik bagi anak-anak yang termarjinalkan, contohnya, melalui peningkatan pengelolaan berbasis sekolah.

 

Sumber Lain: